Indonesia Hanya Kena Ekor Badai Tropis
Indonesia bukan merupakan daerah lintasan badai tropis. Pada musim hujan, badai tropis hanya terbentuk di Samudra Hindia, di selatan Indonesia atau utara Australia. Wilayah Nusantara hanya akan terkena dampak tidak langsung atau imbas dari ”ekor” badai tropis berupa angin kencang di Samudra Hindia.
Hal ini disampaikan Kukuh Ribudiyanto, Kepala Subbidang Cuaca Ekstrem Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG); serta Fachri Rajab, Koordinator Pusat Sistem Peringatan Badai Tropis (Tropical Cyclone Warning Center) menanggapi berita yang beredar di kalangan pengguna telepon genggam bahwa wilayah Jakarta akan diterjang badai Katrina yang pernah terjadi di Florida, Amerika Serikat, dan menelan banyak korban.
Menurut Kukuh, memasuki puncak musim hujan bulan Januari ini, angin kencang dan gelombang laut yang tinggi memang akan terjadi ketika muncul badai tropis di selatan Indonesia. Berdasarkan pola normalnya pada Januari ini, akan terbentuk dua badai tropis di wilayah tersebut. Namun, Kukuh memastikan, jika nanti terbentuk badai tropis, dampaknya bagi Indonesia tidak akan sehebat badai Katrina di Amerika Serikat.
Fachri juga menegaskan, badai tropis tidak mungkin masuk ke Indonesia karena lokasinya di lintang rendah atau di bawah 10 derajat. Badai tropis hanya terbentuk dan melewati lintang di atas 10 derajat. ”Jadi, tidak benar kalau dikatakan akan ada badai tropis sekuat Katrina yang akan masuk ke Indonesia,” ujarnya.
Pada musim hujan, badai tropis terbentuk di Samudra Hindia, di selatan Indonesia atau utara Australia. Sementara pada musim kemarau, badai tropis terbentuk di perairan selatan Filipina atau utara Indonesia. Pembentukan badai di dua kawasan tersebut terkait dengan garis edar matahari. Saat ini peredaran matahari di selatan Indonesia.
Lebih lanjut Fachri menjelaskan, saat ini adalah musim badai tropis di belahan bumi selatan. Pola umum gerakannya pun menjauhi Indonesia. Sejak November 2011 hingga Sabtu (7/1/2012) tercatat terbentuk tiga badai tropis di Samudra Hindia bagian tenggara atau Australia. Jumlah rata-rata dalam satu musim, yaitu sejak November hingga April, sebanyak delapan siklon tropis.
Wilayah Nusantara hanya akan terkena dampak tidak langsung atau imbas dari ”ekor” badai tropis berupa angin kencang di Samudra Hindia.
Puting beliung lokal
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho yang juga kandidat profesor riset bidang hidrologi di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi memberikan keterangan senada. ”Yang terjadi di Jakarta adalah puting beliung saja yang sifatnya lokal,” kata Sutopo.
Wilayah Jakarta dan sebagian besar di Indonesia, menurut Sutopo, tak akan pernah dilalui badai tropis. Jakarta hanya mungkin terkena imbasnya, seperti pada banjir Jakarta tahun 2002 dan 2007, yaitu terjadi hujan terus- menerus selama 3-5 hari dengan intensitas tinggi. Hujan itu dipengaruhi badai tropis dan tekanan rendah di sebelah barat daya Pulau Jawa yang berada di Samudra Hindia.
Jabodetabek lebih aman
Berdasarkan peringatan dini yang dikeluarkan BMKG, hingga Sabtu, wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) hanya berpotensi diguyur hujan berintensitas sedang hingga lebat disertai petir dan angin kencang berdurasi singkat pada tiga hari mendatang.
Prakirawan BMKG, Sunardi, memprediksi, kondisi itu lebih aman dibandingkan saat Jakarta diobrak-abrik hujan angin, 5 Januari lalu. Saat itu, pohon-pohon tumbang dan papan-papan reklame roboh. Yadi Supyadi (28), kenek mobil boks angkutan barang konfeksi, bahkan tewas tersengat kabel listrik bertegangan tinggi yang putus akibat kejatuhan papan reklame yang tumbang diterpa hujan dan angin di Jalan Arjuna Selatan, Jakarta Barat. Kini, korban telah dibawa untuk dimakamkan di kampung halaman di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Sunardi memperingatkan warga agar tidak berada di dekat pohon, papan reklame, atau bangunan yang dirasa rawan saat turun hujan.
Sumber: KOMPAS.com